Beberapa hari yang lalu saya iseng iseng buka blog yang sudah penuh debu dan usang ini kembali, saking ga ada kerjaannya di tempat kerja. Kemudian saya menemukan post pendek yang berjudul “Humility” yang saya tulis beberapa tahun silam. Bukan tulisan saya, tapi dari buku renungan harian yang saya baca. Setelah membaca-baca, saya kok jadi pengen berbagi hal lain tentang ‘kerendahan hati’ lewat blog ini. Bukan pengalaman istimewa yang menyentuh hati, tapi memberkati dan menyadarkan sekali. At least buat saya.
Waktu saya kuliah Arsitektur dulu, saya punya teman, biar sopan sebut saja namanya Sisi, bukan nama sebenarnya ^^. Dari Semester 1 sampai Semester 7 sih cuman sekedar kenal aja, tapi di waktu skripsi, kami satu studio. Namanya studio skripsi, ketemu 5 hari seminggu, ketemu bertatap muka 8 jam sehari (belum termasuk kalau lembur sampai malam -_-), mau nggak mau satu studio jadi deket semua seperti keluarga. Apalagi mahasiswa teknik ceweknya cuman 20%, dan di studio saya ceweknya cuma ada 5 dari 20an penghuni studio. Jadilah kami, segelintir ciwi ciwi studio skripsi, sering ngobrol, berbagi, cari makan siang bareng, sampai akhirnya kemana mana bareng.
Singkat cerita kami jadi cukup dekat, mulai buka rahasia dikit dikit. Nah, si Sisi ini anaknya pendiam, nggak banyak bicara, sederhanaaaaaa sekali, pokoknya nggak macem-macem. Sungguh tanpa ada maksud menghina ya teman temiin, tapi baju yang dia pakai ke kampus juga nggak beragam sekali, nggak kayak saya yang punya prinsip dalam sebulan kuliah nggak boleh ada baju yang dipakai 2 kali. Jadi dalam sebulan baju yang dipakai tiap hari harus ganti, gitu. Itulah saya. Tapi si Sisi ini sama sekali berbeda. Tas yang dia pakai pun mungkin hanya gantai sekali atau dua kali selama 4 tahun kuliah.
Dan disinilah rahasianya, teman teman.
Waktu itu namanya mahasiswa ya, belum ada penghasilan tetap. Saya sih ada dari kerja part time dari Semester 2, tapi gajinya nggak seberapa dan tiap bulan pasti ludes nggak bersisa gara gara kebanyakan online shopping *jadi curhat* Intinya, seorang mahasiswa, apalagi yang perantauan, berapa sih saldo tabungan yang di punya? Mostly, setahu saya, kecuali teman-teman yang bener-bener dari keluarga berada ya, saldo di tabungan pasti sekitar 6-7 digit aja ya kan? Saya pun sama, liat saldo ada 7 dikit dan diawali 2 koma aja udah untungggg. Lah si Sisi ini cerita kalo saldo di ATM nya 8 digit. Belasan koma begitu lah pokoknya *jengjeng*
Uang darimana?
Bukan dari upah bekerja (Sisi nggak kerja apa-apa kok) atau diberi cuma cuma dari keluarga, tapi ternyata eh ternyata si Sisi ini ngumpulin uang jajan yang didapat dari keluarganya setiap 6 bulan sekali/ per semester. Dikumpul kumpulin jadi banyak.
Astaga, saya cuma melongo dengernya.
Saya dan teman teman ciwi ciwi yang lain cuma bisa terheran heran sambil bilang “Astaga, Si. Kalo aku jadi kamu pasti gaya hidupku gak kayak begini, pasti nggak makan hemat begini, pasti belanja kemana mana, pasti blab la bla..”
Dengar ceritanya Sisi, saya jadi introspeksi diri. Saya seperti barusan ditampar keras dengan kerendahan hati yang Sisi punya. Disaat yang lain berusaha terlihat kaya diluar tapi ternyata nggak punya apa apa, Sisi justru sebaliknya.
Ah, kamu humble sekali, Sisi.
Saya sungguh belajar banyak dari kamu.
Selain cerita dari si Sisi, ada lagi hal yang menampar saya lumayan keras. Gambar ini.
Familiar sama gambarnya Benny Mice kan? Kartunis ini memang doyan bikin gambar yang lucu, berdasar pada kenyataan sehari-hari, dan mostly nyindirnya cukup ngena. Contohnya ya ini nih.
Saya nggak sampai segitunya sih, tapi saya cukup disadarkan juga. Terlihat kaya hanya di luar, apa untungnya? Apa agar tidak dipandang rendah orang lain? Hari gini kok masih mikirin opini orang lain.Banyak lho kasusnya, orang nurutin pergaulan, nurutin pendapat dan pandangan orang, jadinya babak belur sendiri.
Teman kerja saya pernah cerita soal tetangganya, rumahnya biasa, ibunya juga cuma orang sederhana yang tinggal di desa, tapi anaknyaaaaa ya ampun, mungkin karena lingkungan kerjanya sebagai SPG juga, gaya hidupnya jadi ikut-ikutan (sok) jet set. Tiap hari, kalau berdasarkan timeline Path nya ya, kerjaannya belanja kemana, nginep di hotel mana, party di villa mana, dan sebagainya.
Ada yang pengen dipandang sebagai orang berada, akhirnya beli rumah gede, beli mobil, dsb dsb. Tapi kredit semua. Akhirnya gaji tiap bulan langsung bless hilang kesana kesini buat nyicil ini itu. Sisanya gak seberapa. Rumah mewah, mobil mewah, hidup merana. Mau punya hidup seperti itu? Hanya untuk dipandang orang lain?
Kurang lebih begini nih, hahaha (gambar dari Benny-Mice lagi)
Mama juga pernah cerita ada temennya di sekolah yang tiap bulan kerjaannya beli Tup****are (toples warna warni yang gak murah itu lho). Jadi tiap keluar yang baru, beli. Ada model baru dan dia belum punya, beli. Lha gini ini ngapain? Buat apa? Mau dibuat koleksi apa gimana? Kalau memang butuh sih gak apa-apa, lha tapi kalo semua produk satu katalog harus dipunya semua ngapain? Mama sih gak pernah tergoda, karena di rumah toples juga sudah banyak, dan itupun sebagian besar nggak terpakai.
Terus tetangga saya juga ada, pernah sakit hati karena dipandang rendah sama tetangga saya yang lain. Kalau gak salah denger dia mau pinjam uang tapi gak dikasih karena yang mau mijemin ini takut uangnya gak balik atau gimana gitu *urusan ibu-ibu pkk, gak pengen ikutan* Kemudian sakit hatilah dia. Akhirnya dia pengen buktikan ke tetangganya itu kalau dia juga punya uang, kalau hutang pasti mampu membayar, gitu. Nggak lama belilah dia motor. Nggak tanggung-tanggung, langsung 4 bok! Dan semuanya diparkir di depan rumah udah kayak pameran motor *melongo* Nah ini nih, babak belur demi harga diri. Oalah dunia sekarang ..
(Btw, ini kok ceritanya jadi panjang kemana mana -_-)
Saya sendiri sekarang sudah berubah banyak sih. Dulu waktu SMP, belum boleh bawa motor, saya sama kakak dijemputnya barengan sama papa. Kami nggak punya mobil, jadilah digonceng nya bertiga, cenglu istilahnya kalau di Malang, gonceng telu. Sekolah di sekolah elit, hampir semua dijemput pakai mobil, saya harus cenglu malu juga. Dalam hati pengen bisa seperti teman yang lain, punya mobil. Saya sering bilang mama, pengen punya mobil. Mama sih jawabnya santai aja, memang uang darimana, rumah juga seupil mobil mau taruh mana, punyapun satu keluarga ga ada yang bisa bawa mobil, hahaha. Dipikir-pikir betul juga, wong gak mampu kok, ngapain maksa punya, hanya demi nutupin malu.
Seringkali saya meminta, tanpa peduli kondisi keuangan keluarga. Seperi lupa kalau saya bukan orang kaya. Kalau diingat-ingat malu sendiri, kok ya childish sekali saya ini
Tapi sekarang saya sudah tidak peduli lagi dengan pandangan orang. Biarin punya hape murah, yang penting bisa dipakai. Biarin rumah kecil di pucuk gunung, yang penting bayarnya gak pake utang sana sini.Biarin instagram isinya monoton
Coba lihat lagi gambar kartun Benny Mice yang tadi sudah saya posting, kira-kira kamu mau hidup dengan cara yang mana? Kanan atau kiri?
(gambar screenshot timeline twitter, sudah sering saya posting dimana mana ^^)
Dan ini saya dan ciwi ciwi di studio skripsi waktu Yudisium. Saya yang ujung kiri, kalau Sisi .. tebak sendiri ah! ;)
1 komentar :
Casinos Near Casino, Larcho, LA - Mapyro
Find casinos near Casino, 양주 출장안마 Larcho, 성남 출장안마 LA in 경산 출장샵 Larcho, LA. 경주 출장샵 Explore the map for closest Casinos to 평택 출장샵 Casino, Larcho, LA.
Post a Comment